Berita Bola

Son Heung-min Tak Terkenal di Korea Utara

Pemain Timnas Korea Selatan, Son Heung-min, tak dimungkiri merupakan pemain paling ternama di pentas sepak bola Negeri Ginseng dan bahkan Asia. Secara global, kiprahnya bersama Tottenham Hostpur juga membuatnya dikenal di seantero dunia.

Namun, pengecualian bisa terjadi di Korea Utara. Saat Timnas Korea Selatan bertandang ke Pyongyang, ibu kota Korea Utara, tekanan dari bek tuan rumahlah satu-satunya perhatian yang bakal diterimanya.

Seperti diketahui, hasil undian putaran kedua kualifikasi Piala Dunia 2022 menempatkan dua negara, yang panas secara politik, Korea Selatan dan Utara, dalam satu grup, yakni Grup H.

Praktis, kedua tim harus bergantian saling mengunjungi dalam laga kandang dan tandang. Pada Selasa (15/10/2019), Korea Selatan yang mendapat jatah bertandang ke markas Korea Utara.

Bicara perihal Son Heung-min, Premier League mungkin jadi liga paling gemerlap sejagat, dikenal di segenap penjuru dunia, tak terkecuali Korea Selatan.

Namun, sangat sedikit masyakarat di Korea Utara yang memgikuti perkembangan terkini kompetisi kasta teratas di Inggris itu, satu di antaranya karena isolasi internasional.

“Saya pikir fan Korea Utara tak banyak tahu perihal Son Heung-min, tapi pemain (Korea Utara) mengenalnya,” ujar An Yong-hak, mantan pemain Korea Utara.

Dibandingkan dengan Timnas Korea Selatan yang bertabur bintang level Asia hingga dunia, mayoritas penghuni skuat Korea Utara bukan pemain ternama yang hanya bermain di liga domestik. Namun, mereka berlatih setiap hari untuk membuktikan lebih kuat sebagai tim ketimbang rival mereka.

“Fan di Pyongyang menantikan laga ini. Bukan hanya soal lawannya, tapi ini laga kualifikasi Piala Dunia yang penting dan jika memenanginya, akan jadi hasil luar biasa,” imbuh An.

Pertandingan Korea Selatan versus Utara di Stadion Kim Il-sung, Pyongyang, ini bakal jadi hal bersejarah. Ini merupakan laga tandang pertama dari Skuat Korea Selatan ke Utara sejak kali terakhir pada Oktober 1990 dalam sebuah laga persahabatan.

Perhatian makin tertuju karena keberangkatan Son Heung-min dkk. ke Pyongyang dibarengi meningkatnya tensi di Semenanjung Korea dengan peluncuran misil Korea Utara akhir-akhir ini.

“Itu stadion yang besar. Rakyat Korea Utara menggemari sepak bola dan pasti akan meramaikan stadion,” kata An perihal Stadion Kim Il-sung, venue laga yang jadi kebanggaan Korea Utara.

Belum lagi bicara statistik pertandingan. Baik Korea Utara maupun Selatan saat ini sama-sama mengumpulkan poin enam hasil kemenangan dari dua pertandingan penyisihan Grup H, Korea Selatan unggul selisih unggul atas Utara dan menduduki puncak klasemen sementara.

Untuk rekor pertemuan di antara kedua tim, Timnas Korea Selatan sejauh ini memenangi tujuh pertandingan, delapan laga berakhir imbang, dan sekali kalah dai Korea Utara.

Lima dari tujuh pertemuan terakhir berujung hasil imbang, dan Korea Selatan hanya mampu mencetak tiga gol dari tujuh laga tersebut.

Jangan samakan duel ini seperti pertandingan yang lain. Bagi yang terlibat, laga Korea Utara versus Selatan ini dianggap metafora dari “perang Korea”, seperti diakui Jung De-han.

Jung besar di Korea Utara, bermimpi menjadi pesepak bola profesional sebelum akhirnya melarikan diri ke Korea Selatan di mana kini dia bermain untuk klub amatir. Dia menegaskan akan membela Korea Selatan dalam laga nanti.

“Ini lebih dari pertandingan sepak bola; ini metafora perang Korea,” kata Jung.

“Korea Selatan mungkin memiliki keunggulan dalam skill individu, tapi Korea Utara akan membalas itu dengan kerja sama tim yang hebat. Jika Kim Jong-un datang menyaksikan pertandingan, ini adalah pertandingan hidup dan mati buat Korea Utara, karena kemenangan merupakan kejayaan pimpinan,” tutur Jung.

“Itu laga tandang yang membuat gugup di area yang tak kami kenal, dan warga Pyongyang menekan kami sejak tiba di Bandara,” timpal Kim Joo-sung, eks gelandang Timnas Korea Selatan, pencetak gol tunggal Korea Selatan saat menjalani laga tandang ke Pyongyang pada 1990.

Laga itu akhirnya dimenangi Korea Utara dengan skor 2-1, namun Kim menyebut tak menyesali kekalahan itu karena timnya ingin memberikan “sebuah kesempatan untuk perdamaian”.

Sesuai regulasi AFC maupun FIFA, Korea Utara sebagai tuan rumah wajib memutar lagu kebangsaan Korea Selatan (Aegukga) dengan “pengibaran” bendera Korea Selatan (Taegukgi) di stadion. Ini juga akan jadi sejarah karena selama ini sangat jarang ritual semacam itu terjadi di Korea Utara.

Selama beberapa dekade, Korea Utara menolak jadi tuan rumah laga melawan Korea Selatan, alih-alih memindahkan laga kandang mereka ke lokasi netral seperti China.

Skuat Korea Selatan, termasuk Song Heung-min, meninggalkan Seoul menuju Pyongyang via Beijing dengan kepercayaan diri. Tim besutan Paulo Bento ini mencoba memisahkan hal di luar konteks nilai sportivitas dalam olahraga.

Paulo Bento sejatinya ingin tim asuhannya berangkat dengan menyeberangi perbatasan darat (DMZ) untuk menghemat waktu.

Namun, hal itu ditolak pihak Korea Utara sehingga rombongan Timnas Korea Selatan harus menuju Beijing, mengambil visa masuk ke Korea Utara, dan bermalam di ibu kota China itu. The Taeguk Warriors rencananya menginap satu malam di Pyongyang dan kembali lagi menuju Beijing.

Sebelum meninggalkan Beijing menuju Pyongyang, seluruh rombongan dari Korea Selatan diminta menyerahkan ponsel mereka, yang nantinya bisa diambil setelah tiba di Beijing lagi.

Kalangan jurnalis Korea Selatan juga tak diizinkan ikut rombongan untuk melakukan peliputan ke Korea Utara. Begitu juga suporter the Taeguk Warriors dilarang datang dan mendukung langsung di Pyongyang.

Selain itu, duel ini tak akan disiarkan secara langsung.

“Yang kami pikirkan adalah kembali dengan tiga poin, ucap Lee Jae-sung,” gelandang Timnas Korea Selatan.

“Tak ada rasa takut. Selalu ada laga tandang sulit, seperti ke Tukmenistan, Lebanon, dan Iran, dan kami tak berpikir ini akan lebih berat dari itu,” imbuh Lee.

To Top