News

Panasnya Hubungan Antasari, Jokowi dan SBY

Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta terus menyajikan beragam drama tanpa henti. Sehari menjelang pemilihan, Selasa (14/2/2017) mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar dan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyita perhatian publik.

Bermula dari pengakuan Antasari di kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (14/2/2017), tepat pada hari kasih sayang. Mantan jaksa ini melaporkan dugaan tindak pidana persangkaan palsu ke polisi sehingga harus menjalani masa tahanan selama delapan tahun.

Dalam laporan LP/167/II/2017/Bareskrim tertanggal 14 Februari 2017 itu, Antasari melaporkan pelaku atas dugaan tindak pidana persangkaan palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 318 KUHP.

Dalam laporannya, Antasari juga melaporkan adanya dugaan penghilangan barang bukti yang dibutuhkan dalam persidangan, yang melanggar Pasal 417 KUHP.

“Pasal 417 KUHP itu masalah perbuatan penguasa, pejabat yang ditunjuk dalam hal ini, yang menghilangkan baju korban. Menghilangkan, menghapus, semacamnya. Itu saya laporkan juga,” katanya.

Menurut dia, seorang pejabat telah sengaja menghilangkan barang bukti berupa pakaian yang dikenakan mendiang Direktur Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen. Terlapor dalam surat laporan tersebut tidak disebutkan namanya, melainkan hanya tertulis dalam penyelidikan.

Seusai melapor ke polisi, Antasari memberikan pernyataan kepada jurnalis. Tanpa tedeng aling-aling, ia menyebut nama Yudhoyono dan pemilik media Hary Tanoesoedibjo.

“Sejak kecil saya diajarkan kejujuran oleh orang tua, untuk itulah saya minta kepada Susilo Bambang Yudhoyono untuk jujur. Beliau tahu perkara ini, ceritakan apa yang beliau alami dan perbuat. Beliau perintahkan siapa untuk merekayasa dan mengkriminalisasi Antasari,” katanya.

Antasari bercerita, suatu malam, pada Maret 2009, ia didatangi CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo. Hary, diutarakan Antasari, mengaku diutus Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono yang saat itu menjabat Presiden keenam RI.

Hary membawa pesan dari SBY, meminta Antasari untuk tidak menahan mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Aulia Pohan. Diketahui, Aulia merupakan besan SBY.

Antasari langsung menolak permintaan itu. Menurut dia, sudah merupakan prosedur di KPK untuk melakukan penahanan kepada tersangka.

Dua bulan kemudian, pada Mei 2009, Antasari ditangkap polisi atas tuduhan pembunuhan Direktur Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen.

Antasari divonis 18 tahun penjara oleh PN Jakarta Selatan setelah dinyatakan terbukti membunuh Nasrudin Zulkarnaen, Direktur Putra Rajawali Banjaran.

Antasari melalui kuasa hukumnya mengajukan banding, kasasi, serta peninjauan kembali, namun ia tetap dihukum. Pada Kamis tanggal 10 November 2016, Antasari meninggalkan LP Tangerang dengan status bebas bersyarat sejak ditahan pada Mei 2009. Pada 23 Januari lalu, Antasari bebas murni setelah mendapatkan grasi.

Antasari menduga bahwa kasusnya tak terlepas dari kedatangan Hary yang diutus SBY ke rumahnya pada malam itu. Ia pun meminta SBY jujur mengenai kriminalisasi dirinya yang membuatnya harus mendekam selama delapan tahun.

Sengatan Antasari itu langsung direspons Yudhoyono dengan membantah semua tuduhan itu. “Antasari menuduh saya sebagai inisiator dari kasus hukumnya. Dengan tegas, saya katakan tuduhan itu sangat tidak benar, tanpa dasar, dan liar,” ujar Yudhoyono

SBY menegaskan bahwa kasus Antasari tidak ada hubungannya dengan jabatan Presiden RI yang diembannya saat itu. Dia mengaku tidak pernah menggunakan kekuasaan untuk mencampuri urusan penegakan hukum demi melanggengkan kepentingan politiknya.

Yudhoyono curiga adanya campur tangan penguasa di balik manuver Antasari. Ia merasa pernyataan Antasari itu tidak lepas dari runtutan peristiwa ketika Presiden Jokowi mengeluarkan grasi. SBY menilai pengampunan Presiden untuk Antasari bermuatan politis.

Yudhoyono menduga serangan Antasari merupakan bagian dari upaya menggerus suara untuk Agus Harimurti Yudhoyono yang tengah maju sebagai calon gubernur DKI Jakarta.

“Tampaknya belum puas, di jam-jam terakhir saya masih menerima serangan. I have to say politik saat ini kasar dan tidak masuk akal. Kekuasaan dengan jelas menindas yang lemah,” kata SBY.

SBY melaporkan balik Antasari ke Bareskrim Polri atas tuduhan fitnah dan pencemaran nama baik. Saling serang para mantan ini pun kemungkinan bakal berlanjut setelah Pilkada.

Adapun Corporate Secretary MNC Group Syafril Nasution mengatakan, Hary Tanoesoedibjo tidak memiliki keterkaitan dengan pernyataan Antasari. Syafril mempertanyakan logika yang digunakan oleh Antasari. Ia menilai, sebagai presiden saat itu, tidak mungkin mengutus orang di luar pemerintahan.

Menurut Syafril, Antasari sedang berupaya mencari perhatian masyarakat dari penyelenggaraan Pilkada 2017. “Apa mungkin dan bagaimana logikanya bahwa Presiden memberi pesan kepada Ketua KPK melalui pihak ketiga yang notabene non pejabat pemerintah,” ucap Syafril.

Tanggapan istana

Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi Johan Budi menegaskan, bahwa pemberian grasi Presiden Joko Widodo kepada Antasari Azhar sudah melalui proses dan prosedur yang sesuai dengan kaidah hukum dan aturan perundang-undangan. “Tidak ada kaitannya dengan urusan politis,” kata Johan Budi dilansir laman Sekretariat Kabinet.

Keputusan Presiden untuk memberi grasi kepada Antasari, kata Johan Budi, berdasarkan saran atau masukan dari Mahkamah Agung (MA). Johan mengatakan pengakuan Antasari merupakan urusan pribadi dan tidak ada keterkaitannya dengan Presiden.

Johan mengingatkan, bahwa suara yang disampaikan Antasari tidak hanya dilakukan hari ini saja. Sejak dahulu, Antasari sudah menyuarakan bahwa dirinya mengalami perlakuan yang tidak fair. “Bahasa yang digunakan oleh Pak Antasari adalah kriminalisasi. Itu urusannya Pak Antasari sendiri,” kata Johan.

Adapun Presiden Jokowi, di tengah panasnya Antasari dengan SBY itu hanya mengimbau masyarakat di daerah yang menggelar Pilkada menggunakan hak pilihnya. Jokowi tak memberikan tanggapan, sama seperti ketika SBY meradang tentang penyadapan seusai sidang Basuki Tjahaja Purnama.

To Top