News

Mitos Adanya Dugaan Jual Beli Predikat WTP BPK Dibongkar KPK

Tepat sebelum menjalani ibadah puasa hari pertama, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bikin gebrakan. Setelah sebelumnya ikut membantu TNI menginvestigasi korupsi pengadaan helikopter TNI AU, kini KPK bikin kejutan dengan melakukan operasi terhadap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan pejabat kementerian.

KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kantor BPK, Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta Pusat dan Kementerian Desa, Pembangunan Desa Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa) RI pada Jumat 26 Mei 2017.

OTT itu berkaitan dengan adanya dugaan “permainan” dalam pemberian predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) di Kemendesa RI oleh para auditor BPK.

Sejumlah barang bukti disita. Kantor BPK pun disegel pasca-dilakukannya OTT. Dirinci KPK, dinyatakan barang bukti yang mereka amankan adalah sejumlah uang yang tak dipaparkan detail jumlahnya.

Selain barang bukti, KPK juga menggelandang tujuh orang dari BPK dan Kemendesa. Salah satunya pejabat yang merupakan Inspektur Jenderal (Irjen) berinisial S.

Sementara yang lainnya staf berinisial R, AS dan Y, serta tidak ketinggalan dua aditor BPK.

“Penyelenggaraan negara ada, dua orang penyelenggaraan negara dan yang lain ada unsur-unsur pegawai negeri dan juga non pegawai negeri, rinciannya kan kami sampaikan lebih lanjut,” terang juru bicara KPK Febri Diansyah.

Terhadap tertangkapnya salah satu anak buahnya, Mendesa RI Eko Putro Sandjojo angkat tangan. Sang menteri pilih menyerahkan segala urusannya ke KPK.

“Saya juga dapat informasi salah satu ruang pegawai saya disegel KPK. Saya kirim biro hukum saya ke KPK untuk mendapatkan informasi ya,” timpal Menteri Eko, Sabtu 27 Mei.

Bisa dibilang, “operasi senyap” lembaga antirasuah terhadap badan audit itu seolah memecahkan mitos, soal benar tidaknya ada jual-beli predikat WTP antara BPK dengan instansi-instansi pemerintah yang mereka audit.

“Ini adalah tamparan keras bagi BPK. Mitos selama ini bahwa ada jual beli predikat WTP di BPK seolah-olah terpecahkan. Penangkapan oleh KPK ini harus dijadikan momentum reformasi total BPK,” tutur Deputi Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Apung Widadi, Sabtu 27 Mei.

“Reformasi total BPK ada dalam dua hal. Pertama reformasi internal dengan memperbaiki sistem integritas internal auditor. Dan kedua rombak pimpinan BPK. Jangan dari partai politik. Bagaimana kita akan bersih dari korupsi, kalau auditornya yang menentukan kerugian negara justru malah korupsi juga,” tandasnya.

KPK: Fee Diberikan Sebelum dan Sesudah Predikat WTP Kemendes

KPK mengamankan uang dalam operasi tangkap tangan auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Irjen Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Uang ini diamankan dari ruangan di kantor BPK.

“Ketika OTT dilakukan Rp 40 juta didapatkan di ruangan ALS (Ali Sadli),” ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di kantornya, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Sabtu (27/5/2017).

Dalam penggeledahan berikutnya di ruang pejabat eselon I BPK Rochmadi Saptogiri, tim KPK menurut Febri juga menemukan uang dan amplop.

“USD 3.000 dari brankas RS (Rochmadi Saptogiri). (Mengenai amplop-amplop) Itu masih kita dalami. Jadi yang ketemu di ruangan ALS cuma Rp 40 juta, yang ketemu di ruang RS di brankas itu sama di tas yang tadi dilihatin itu ada dolar dan rupiah,” terang Febri.

Tas berjenis travel bag itu disebut Febri berada di ruangan Rochmadi dengan banyak amplop di dalamnya. Total jumlah uang di dalam amplop adalah Rp 1,145 miliar.

“(Tas) Ditemukan di ruangannya RS. Uang-uang itu di dalam tas itu, travel bag. Kalau tas kan gak mungkin disembunyikan di brankas,” imbuhnya.

Di dalam kasus ini diduga Rochmadi merupakan penerima suap. Perantara penerimanya adalah Ali Sadli selaku auditor BPK.

Sedangkan perantara pemberinya diduga Jarot Budi Prabowo selaku Pejabat Eselon III Kemendes PDTT, dengan tersangka pemberi utamanya adalah Irjen Kemendes PDTT Sugito.

Suap diberikan terkait pemberian opini wajar tanpa pengecualian (WTP) yang diberikan BPK terhadap laporan keuangan Kemendes PDTT. KPK menyebut commitment fee dalam kasus ini adalah Rp 240 juta, dengan Rp 200 juta sebelumnya diberikan pada awal Mei lalu.

“Jadi ada fee yang diberikan sebelum WTP keluar, dan ada fee yang diberikan setelah WTP keluar,” sebut Febri.

Sugito dan Jarot disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 64 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sedangkan, Rochmadi dan Ali disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 64 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

To Top