Mengenal Lebih Dekat Adat Desa Sirnaresmi
Jakarta, Liputan7up.com – Tiap-tiap daerah di Indonesia miliki keunikan semasing. Dari mulai kebiasaan, kebiasaan dan ketentuan spesifik. Diantaranya Kampung Kebiasaan Cimapag, Desa Sirnaresmi, Sukabumi, Jawa Barat yang miliki kekhasan kebiasaan lokal.
Desa tersebut bersisihan dengan Gunung Salak. Udaranya begitu sejuk dan terlihat asri di kelilingi tebing tinggi serta pohon-pohon di kanan kirinya. Sambil telusuri kampung, perut berasa lapar. Warung nasi juga terbersit dipikiran. Akan tetapi bingung, tidak ada banner atau tulisan warung nasi di desa ini. Cuma tampak pedagang mie ayam dan bakso.
Pilihan juga jatuh pada warung kopi paling dekat. Pesan mie instant, nasi dan teh manis hangat. Pesanan dibikin sekitar 10 menit. Dikit terperanjat. Pemilik warkop menyuguhkan satu bakul nasi bagian empat orang dewasa.
Lalu kusantap, dua 1/2 centong nasi kugasak. Di selimuti hawa dingin, nafsu makan semakin mantap. Perut senang, hati suka. Akan tetapi perasaan lapar masih belumlah terbalas. Tidak elok rasa-rasanya memakan nasi tiada lauk pauk komplet.
Perut kembali keroncongan. Gerai warung nasi masih terbayang. Sampai sore hari belumlah ada warung nasi yang membuka. Hawa dingin juga semakin mencekam. Pada akhirnya, makanan bakso jadi pilihan untuk menghangatkan.
“Bu pesan bakso. Ada nasi pun tidak bu?” saya menanyakan. “oh ada,” jawab ia sekalian mempersiapkan.
Bakso mulai kusantap. Disusul nasi yang disuguhi penjual bakso. Perasaanku kembali terkejut. Satu piring penuh nasi disuguhi olehnya. Perut kenyang, pikiran tenang. Walau begitu, perasaan kenyang masih menyisakan sinyal. Dari pagi sampai petang datang tidak ada stempel warung nasi, tetapi justru disediakan bagian banyak oleh pedagang.
Pada akhirnya kutemui Vilka Mandala. Seseorang pemuda yang menjabat Sekretaris Desa Sirnaresmi. Bicaranya halus dan berlogat Sunda. Vilka adalah putra dari Asep Nugraha, kepala kebiasaan Desa Sirnaresmi atau akrab dipanggil ‘Abah’. Abah merupakan keturunan beberapa leluhur yang dimaksud kesepuhan.
Vilka menceritakan jika padi sama dengan Dewi Sri dan Dewi tersebut adalah cerminan diri pribadi. Hingga, jual padi adalah pantangan warga desa, sesuai dengan leluhur terdahulu yang jadikan keyakinan oleh masyarakat ditempat.
Mitos berkata, Dewi Sri atau Dewi Shri, Nyai Pohaci Sanghyang Asri, Sangiang Serri, adalah dewi pertanian, dewi padi dan sawah, serta dewi kesuburan di pulau Jawa dan Bali.
“Makanya itu yang jadikan pamalinya, jika contohnya kita jual padi sama juga dengan jual diri pribadi,” kata Vilka yang menggunakan ikat kepala kebiasaan.
Di Desa Sirnaresmi, pantangan jual nasi diyakini lama dan diakui menjadi kebiasaan warga. Masak nasi juga menggunakan langkah kebiasaan spesifik. Bukan hanya itu, bajak sawah harus menggunakan kerbau. Dilarang digiling ataupun gunakan traktor.
“Jika ingin beli nasi tidak akan diberi, tetapi jika meminta tentu diberi. Sebab memang desa Sirnaresmi ini kemampuan pangannya telah tingkat nasional, dan tempo hari satu diantara kasepuhan dapet Adikarya Pangan Nusantara dari Pak Presiden atas pangannya,” papar Vilka.