Karena Koruptor, Menteri Sri Mulyani Tidak Bisa Tidur Nyenyak Tiap Malam
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati hampir satu tahun menetap di Tanah Air, setelah meninggalkan karirnya di Bank Dunia, Amerika Serikat. Sepanjang tahun tinggal di Indonesia, Sri menyatakan susah tidur memikirkan cara agar uang negara bebas dari para koruptor. Padahal uang negara semestinya digunakan semaksimal mungkin untuk kesejahteraan masyarakat.
“Tiap malam (saya memikirkan) bagaimana jalankan institusi tapi pikirkan juga kesejahteran masyarakat. Bagaimana saya bisa yakinkan masyarakat, uang pajak tidak dikorupsi dan dimanfaatkan untuk kepentingan Indonesia. Itu adalah (penyebab) kenapa saya sulit tidur,” ujar Sri Mulyani dalam acara ‘4th Congress of Indonesia Diaspora 2017’ di Kota Kasablanka, Jakarta, Sabtu (1/7).
Sri Mulyani mengingatkan praktik korupsi merupakan hal serius yang harus ditumpas. Korupsi dapat menciptakan krisis ekonomi, seperti yang terjadi di Indonesia pada 1997/1998.
Krisis moneter atau krismon saat itu disebabkan lembaga jasa keuangan yang menjadi sapi perah bagi kelompok politik tertentu. “Saat terkena guncangan krisis di Thailand, karena KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme), maka kita terkena krisis,” kata dia.
Belajar dari pengalaman itu, Sri Mulyani memastikan pemerintah senantiasa bertempur melawan praktik korupsi dan menegakkan tata kelola yang lebih baik. “Dan itu bukan hanya jadi perjuangan Presiden sendiri atau menteri-menteri di kabinet, tapi semua. Ini adalah perbedaan yang baik (dibanding saat krisis),” ujar dia.
Sri berharap anggaran negara sepenuhnya terhindar dari korupsi dan dapat dimanfaatkan maksimal untuk peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan. Dalam Undang-undang Dasar Negara 1945 telah diatur mengenai anggaran pendidikan dan kesehatan yang ditetapkan masing-masing 20 persen dan lima persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Anak-anak Indonesia, di mana pun dia lahir, harus mendapat kualitas pendidikan dan kesehatan yang sama. Itu yang membuat saya sulit tidur selama ini,” kata Sri Mulyani.
Peningkatan kualitas SDM, kata dia, sebagai faktor yang penting untuk mencapai cita-cita Indonesia menjadi negara maju. Sri Mulyani mengibaratkan Indonesia sebagai perusahaan, dengan penduduknya lebih dari 240 juta orang merupakan pemilik saham. Sehingga, kata dia, kualitas masyarakat menentukan berjalannya negara.
Sebagian SDM Indonesia dapat diandalkan. Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mengatakan bersyukur mendapatkan banyak pegawai yang berlaku jujur, memiliki kapabilitas dan integritas.
“Ada 72 ribu pekerja di Kemenkeu, saya tahu kalau mereka lakukan hal yang baik dan tepat. Bukan hanya karena aturannya begitu tapi karena mereka percaya ini adalah yang terbaik buat negara saya. Itu hadiah besar bagi saya.”
Hal yang sama dia temui ketika berkarir di Bank Dunia. Sri menyatakan senang karena menemui Warga Negara Indonesia ataupun keturunan pribumi yang berada di luar negeri yang berintegritas.
Dalam sesi diskusi yang sama, Vice President for Knowledge Management and Sustainable Development of the Asian Development Bank (ADB) Bambang Susantono mengatakan, memaparkan hasil kajian mengenai lima syarat agar Indonesia menjadi negara maju.
Bambang yang pernah menjabat Pelaksana Tugas Menteri Perhubungan, mengatakan syarat-syarat tersebut yakni kualitas SDM, pembangunan infrastruktur yang memadai dan terintegrasi, kualitas pelayanan, perbaikan iklim investasi dan tata kelola yang baik.
Bambang mencontohkan Cina dan Korea Selatan dapat melompat sebagai negara maju karena mengalokasikan anggaran cukup besar untuk riset dan pengembangan dengan anggaran yang mencapai tiga hingga lima kali lebih besar dari yang dialokasikan Indonesia.
“Pemerintah telah mengalokasikan anggaran 20 persen dari APBN untuk pendidikan, tinggal bagaimana kualitas dari SDM ini dapat meningkat,” kata Bambang.