News

Kenapa Sangat Sulit Jokowi Bertemu Dengan SBY, Baca ini Penyebabnya

Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyatakan ada dua-tiga orang yang menghalanginya untuk bersua dengan Presiden Joko “Jokowi” Widodo.

Dalam konferensi persnya, Rabu lalu, SBY menyampaikan sebagai orang yang pernah memimpin Indonesia selama 10 tahun, dia merasa perlu menggelar pertemuan dengan Presiden Jokowi.

“Supaya baik Bapak Jokowi atau pun saya tidak prasangka praduga perasaan enak dan tidak enak atau saling bercuriga,” ujarnya, Rabu (1/2/2016). Menurutnya, bagus jika dia bisa bertemu dan blak-blakan menyampaikan apa yang terjadi, supaya ada dialog mana yang benar mana yang tidak benar.

Tapi menurut SBY, ada pihak-pihak yang menghalanginya bertemu Presiden Jokowi. SBY mengaku diberitahu oleh orang, kalau Jokowi ingin bertemu dengannya. Tapi ada dua dan tiga orang di sekeliling Jokowi yang melarangnya.

“Nah dalam hati saya, hebat juga orang itu bisa melarang presiden kita untuk bertemu dengan sahabatnya yang juga mantan presiden,” ujarnya.

Jokowi enggan menanggapi soal pernyataan SBY mengenai dua hingga tiga orang yang dimaksud pendahulunya itu.

Jokowi mengingatkan, ia kerap menyampaikan akan mengatur pertemuan dengan SBY sejak sejumlah tokoh dan ketua umum partai hadir berbincang dan makan siang bersama dirinya tahun lalu.

“Waktunya akan diatur tetapi kalau ada permintaan ya,” kata Jokowi Kamis (2/2). Jokowi tak menyebut apakah ada permintaan SBY untuk bertemu dengannya atau tidak. “Tanyakan ke sekretaris negara. Bukan ke saya,” tuturnya.

Pernyataan itu membuat Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno tertawa. Selama ini, seluruh surat yang ditujukan kepada Presiden, termasuk undangan atau permintaan bertemu akan diterima Mensesneg terlebih dahulu.

Prosedur penerimaan tamu di Istana Negara tidak diatur secara tertulis. Namun penerimaan tamu sebenarnya hanya diatur berdasarkan kebiasaan.

Sekretariat Presiden (Setpres) tidak terlibat dalam menentukan siapa dan kapan para tamu akan menemui dan diterima Presiden. Bahkan urutan waktu siapa yang lebih dulu bertemu dan siapa yang selanjutnya mendapat giliran tidak ada dalam bagian tugas Setpres.

Kepala Sekretariat Presiden Darmansjah Djumala mengatakan, Setpres ‘mulai bekerja’ ketika Presiden telah menentukan waktu dan orang yang akan dia temui.

“Penentuan akhirnya tentu beliau (Presiden). Bukan sekretariat yang menentukan tingkat urgensi. Kami hanya terkait pelaksanaan pertemuan,” kata Djumala.

Bukan urusan administrasi biasa

Juru Bicara Presiden, Johan Budi mengatakan, prosedur administrasi lewat Sekretariat Negara memang perlu dilalui bagi yang ingin bertemu Presiden.

Tapi ada opsi lain: mereka yang berhubungan baik dengan Jokowi dapat menyampaikan keinginan bertemu langsung secara pribadi. Misalnya lewat telepon

“Kan bisa keduanya saling telepon, kan enggak ada persoalan,” kata Johan. Menurut Johan, hubungan keduanya baik-baik saja. Johan yakin SBY pernah menelepon Jokowi.

Jokowi dan SBY sejatinya pernah bertemu di Istana Negara pada Senin, 8 Desember 2014. SBY, saat itu datang menjadi tamu negara dengan status sebagai Chairman Global Green Growth Institute.

Di sisi lain, urusan pertemuan ini bukan urusan administrasi biasa. Tapi mungkin juga masalah urgensi atau malah soal politik.

Menurut pengamat politik dari Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti, pernyataan SBY tentang “orang yang menghalang-halangi” adalah pernyataan yang sangat tidak menarik.

Ray menilai, jika pihak Istana merasa ada sesuatu yang penting, mereka akan siap bertemu dengan SBY.

“(Tapi) sampai sejauh ini mungkin Istana merasa tidak ada sesuatu (yang genting). Sehingga dengan sendirinya pihak Istana memberi jawaban bahwa mereka tidak dalam posisi mencurigai Pak SBY berada di belakang peristiwa belakangan ini,” ujarnya.

Ray menilai, jika ada yang mengaitkan SBY dengan peristiwa belakangan ini, yang diutamakan adalah mencari siapa sumbernya. Sebab, jika Istana Negara tidak merasa menuduh, pertemuan itu tidak perlu terjadi.

Beda lagi menurut Syamsudin Haris. Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu menduga Megawati punya peran dalam hubungan kaku antara Jokowi dan SBY.

Menurut Syamsudin, Megawati, sebagai pengusung Jokowi, tidak punya komunikasi yang baik dengan SBY sejak 10 tahun lebih. Menurut dia, jika ada ‘restu’ dari Megawati, pertemuan akan berlangsung. Hingga saat ini Syamsudin menduga “restu” Megawati itu belum didapat.

“Dengan demikian saya berkesimpulan bahwa dalam hal pertemuan dengan SBY, Jokowi belum bisa independen,” ujar Syamsudin.

Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan, pertemuan tersebut bisa dilakukan setelah Pilkada digelar.

“Saya kira Presiden Jokowi pasti menerimanya, ya setidak-tidaknya setelah tanggal 15 (Februari) lah supaya tidak menjadi isu politik,” kata JK di Jakarta

To Top