News

Keberadaan Harimau Sumatera Di Aceh Terancam Punah

Keberadaan Harimau Sumatera Di Aceh Terancam Punah

Jakarta, Liputan7up.com – Populasi Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) di Aceh saat ini ada di level sangat rawan (critically endan gered) ke level punah (extinct). Keadaan ini makin diperparah dengan semakin ramainya perburuan liar dan menyempitnya habitat.

Penghancuran hutan di Serambi Mekkah, terutamanya di Lokasi Ekosistem Leuser (KEL) Aceh makin tinggi. Sudah membuat habitat harimau makin sempit lokasi jelajah, sampai jadi parah kelestarian harimau di Tanah Rencong.

Mengenai polulasi harimau paling banyak saat ini ada di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), termasuk juga di Lokasi Ekosistem Leuser (KEL). Mirisnya, Yayasan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) temukan tiap-tiap bulan nya alami laju kerusakan hutan .

Seperti KEL Aceh luas hutan awalannya seluas 2.255.577 hektare, pada Juni 2018 tersisa sekitar 1,8 juta hektare. Periode JanuariJuni 2018, luas tutupan hutan yang hilang diperkirakan seluas 3.290 hektare.

Ini makin diperparah temuan dari Komunitas Konservasi Leuser (FKL). Semenjak periode Januari-Juni 2018, tim patroli FKL temukan 389 masalah perburuan dan temukan 25 orang pemburu. Pihaknya juga mengambil alih 497 jerat yang sudah dipasang di sejumlah titik di hutan dalam KEL Aceh untuk mengincar satwa landak, rusa, kijang, beruang, harimau, dan gajah. Tidak hanya itu , mereka ikut temukan sekitar 25 kamp pemburu.

Saat semester satu tahun 2018, FKL temukan 187 masalah satwa dari 497 perangkap yang diketemukan. Berdasar pada type satwa, burung diketemukan 41 ekor dengan jumlahnya jerat sekitar 59 buah.

KEL juga tempat paling akhir di bumi dimana Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), harimau (Panthera tigris sumatrae), gajah (Elephas maximus sumatraensis) dan orang utan (Pongo abelii) ada bersama dengan di alam bebas. Jika laju kerusakan selalu bertambah, hewan yang dilindungi ini juga makin terancam, baik karena perburuan ataupun kehilangan habitat sehingga terjadi perseteruan satwa dengan manusia.

“Ancaman yang terbesar adalah pragmentasi habitat, karena habitat makin menyusut, sehingga dia makin susah untuk berkembang biak, untuk mengeksistensi dirinya ,” kata Kepala Balai Konservasi Lingkungan Alam (BKSDA) Aceh, Sapto Aji Prabowo, Minggu (19/8).

Sapto mengatakan, populasi harimau di Aceh telah ada pada titik critically endan gered (terancam punah) ke level punah (extinct). Waktu ini yang tersisa harimau sekitar 150-200 individu. Baik itu dalam TNGL ataupun di hutan yang lain.

Dengan nasional dan Sumatera populasi harimau di Aceh termasuk terbesar. Menurut Sapto, jika penghancuran hutan selalu berlangsung, perburuan makin ramai tanpa usaha penghentian. Populasi harimau di Aceh akan terancam.

Kata Sapto, tingginya kerusakan hutan di dataran rendah saat ini sudah memaksa harimau bermigrasi ke pegunungan atau perbukitan, bahkan juga bisa jadi masuk dalam perkebunan warga . Keadaan ini juga lalu perseteruan satwa dengan manusia tidak bisa dijauhi, sehingga masyarakat berasumsi harimau tersebut dipandang hama.

“Lalu berlangsung perseteruan dan ini dapat menggerakkan kematian-kematian setelah itu, lalu dipandang hama oleh masyarakat ,” tukasnya.

Menurut Sapto, masih ramainya perburuan satwa liar di Aceh tidak lepas masih jumlahnya orang mengoleksi satwa dilindungi. Masih tetap tingginya keinginan dengan harga yang mengundang selera, sudah memantik pemburu untuk berburu dan memperdagangkannya.

“Perdagangan yang masih begitu ramai. penjualan kulit harimau dan beberapa bagian yang lainnya masih tinggi sekali, banyak kolektor-kolektor hilang ingatan yang mengkoleksi itu , sehingga orang selalu mencari dan jual,” tukasnya.

Oleh karena itu , kata Sapto, usaha yang mesti dikerjakan adalah penegakan hukum. Pelaku mesti diberi hukuman optimal supaya mempunyai dampak kapok sehingga tidak ada lagi yang mengincar satwa yang dilindungi tersebut .

“Tidak hanya itu mesti ada sosialisasi pada masyarakat pentingnya konservasi satwa liar yang dilindungi itu ,” katanya.

To Top