News

Karena Kasus e-KTP, Nama Novel Baswedan Jadi Bahan Pembicaraan Lagi

Berbicara mengenai penyidik KPK, hal itu hampir tak pernah lepas dari satu nama: Novel Baswedan. Mantan perwira Polri berpangkat komisaris polisi ini berkali-kali mendapatkan ‘serangan’ imbas pekerjaannya sebagai penyidik KPK.

Pertama kali nama Novel dibicarakan terjadi pada Oktober 2012. Malam itu, sejumlah anggota Polri mendatangi gedung KPK untuk menjemput Novel, yang belakangan diketahui sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penembakan terhadap pencuri sarang burung walet di Lampung pada 2004.

Penetapan tersangka itu dilakukan tak lama setelah Novel memimpin penggeledahan di Korlantas Polri. Novel kala itu merupakan Kepala Satgas kasus simulator SIM yang menjerat Irjen Djoko Susilo, yang saat itu menjabat Kakorlantas. Novel membantah memerintahkan penembakan terhadap pencuri sarang burung walet.

Adapun kasus penembakan pencuri sarang walet itu terjadi saat Novel menjabat kepala satuan reserse kriminal di Polres Lampung. Novel dianggap bertanggung jawab atas penembakan tersebut.

Sempat redam, kasus ini mengemuka kembali pada pertengahan 2015. Pada 1 Mei dini hari, Novel ditangkap di rumahnya di Kelapa Gading.

Berkas perkara Novel didaftarkan di Kejari Bengkulu dengan nomor BP/13/V/2015/DITTIPIDUM tentang pidana turut atau bersama-sama melakukan penganiayaan yang mengakibatkan luka berat atau meninggal dunia.

Pada Februari 2016, Novel terbebas dari kasus pidana yang menjeratnya lantaran tidak cukup bukti. Kejaksaan Agung menerbitkan surat keputusan penghentian penuntutan (SKPP) atas dugaan menganiaya seorang pencuri sarang burung walet hingga tewas pada 2004.

Cerita serangan terhadap Novel belum berhenti. Pada Kamis (23/3) pekan lalu, anggota DPR dari Fraksi Hanura, Miryam Haryani, yang merupakan saksi di pengadilan, menyatakan Novel dan dua penyidik KPK lainnya melakukan penekanan.

Karena alasan ditekan itulah Miryam mencabut keterangannya dalam berita acara pemeriksaan (BAP). Padahal, dalam keterangannya di BAP itu, Miryam mengaku membagi-bagikan uang kepada sejumlah orang terkait dengan penganggaran proyek e-KTP.

Novel membantah melakukan penekanan. Sedangkan KPK akan membuktikan tidak adanya penekanan itu dengan memutar rekaman di persidangan.

Setelah sejumlah serangan dari pihak eksternal, Novel juga berurusan dengan pihak internal KPK. Novel, yang merupakan kepala wadah pegawai KPK, mendapatkan surat peringatan (SP) 2 dari pimpinan KPK karena dianggap menghambat penyidikan.

Kabarnya, Novel menolak kebijakan pimpinan KPK mengangkat kepala satgas penyidikan dari pihak yang berasal dari kalangan eksternal KPK. Novel berpendapat kepala satgas lebih cocok diberikan kepada pihak internal untuk menjaga integritas.

Namun SP 2 untuk Novel ini tengah dikaji ulang oleh pimpinan KPK. Di sisi lain, KPK juga sedang akan membuktikan bahwa Novel cs tidak menekan Miryam.

Kisah ‘serangan’ terhadap Novel ini sepertinya belum akan berakhir.

To Top