Marquee player. Kalau melihat 15 pemain yang memiliki status itu di Liga 1, pencinta sepak bola tanah air mungkin masih bertanya-tanya, tolok ukurnya sebenarnya apa. Kalau berdasar manual liga, marquee adalah pemain yang masuk skuad tim nasional dalam tiga putaran Piala Dunia terakhir.
Kalau belum masuk kategori itu, setidaknya dalam kurun waktu delapan tahun terakhir dia pernah bermain di liga elite Eropa seperti Premier League Inggris, La Liga Spanyol, Serie A Italia, Eredivisie Belanda, Ligue 1 Prancis, Bundesliga Jerman, Super Lig Turki, dan Primeira Liga Portugal.
Selain aturan itu, Wakil Ketua PSSI Joko Driyono menuturkan, pemain bisa disebut marquee player apabila anggaran klub telah melebihi salary cap. Tahun ini PSSI telah menetapkan batasan salary cap di setiap klub per musim sebesar Rp 15 miliar. Apabila klub ingin menambah pemain lagi, sementara batas salary cap sudah terpenuhi, persyaratan marquee player berlaku.
Dengan aturan tersebut, pemain yang sangat terkenal pun belum tentu masuk sebagai marquee player jika klub masih bisa memenuhi salary cap. Joko mencontohkan, Wayne Rooney belum tentu terdaftar sebagai marquee player apabila dikontrak Rp 2 miliar–Rp 3 miliar. ”Kebijakan tiap-tiap tim. Selama belum melampaui salary cap,belum disebut marquee,” ujar Joko.
Lalu, bagaimana kasus Persib Bandung yang punya Michael Essien dan Carlton Cole? Begitu juga PSM Makassar yang punya Wiljan Pluim dan Steven Paulle. Dua pemain tersebut juga sebenarnya bisa masuk definisi marquee player karena sama-sama pernah main di level tertinggi liga masing-masing.
”Di Persib yang di-notice sebagai marquee adalah Essien, sedangkan Carlton masih dalam regulasi karena tetap masuk salary cap. Marquee player bukan distempel oleh PSSI, tapi distempel oleh klub lebih dulu,” ujar pria asal Ngawi itu.
Jadi, menurut Joko, aturan marquee player saat ini sudah merupakan gabungan antara nilai pemain di pasar (di atas salary cap) dan kualitas (delapan liga Eropa). Meskipun begitu, PSSI pasti tetap mengevaluasi. ”Tentu masalah-masalah yang ada akan kami jadikan evaluasi,” ujar Joko.
Lalu, bagaimana kasus pemain marquee yang ternyata belum berkontribusi kepada tim? Apakah regulasi pemain yang berlaku sekarang ini sudah tepat? Apakah aturan pernah main di delapan liga teratas Eropa tidak terlalu melebar?
Joko mengungkapkan, batasan pemain dari delapan liga Eropa dalam kurun delapan tahun terakhir sebenarnya sudah merupakan usaha untuk menjaga kualitas. ”Bisa jadi, ada pemain yang tidak terjangkau (terkenal, Red) tapi memiliki kualitas yang lebih baik daripada mayoritas pemain yang ada di klub,” ujar Joko.