Jakarta, Liputan7up.com – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengepung Anak Gunung Krakatau dengan enam alat pengukur gempa atau seismograf untuk menjumpai tsunami susulan di Selat Sunda. Enam alat yang dioperasikan itu tiga salah satunya ada di lokasi Banten dan bekasnya di Lampung.
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Karunia Triyono, menyatakan seismograf itu dikerahkan untuk memonitor kegiatan Gunung Anak Krakatau yang masih cukuplah berarti dan punya potensi dapat timbulkan longsor.
“Dengan mengepung Gunung Anak Krakatau, diinginkan dapat mencatat jika satu sensor mencatat itu sesudah ditata ia akan keluarkan alarm,” tutur Karunia di Kantor BMKG, Jakarta, Selasa (25/12/2018) malam.
Nanti, bila minimal tiga seismograf tersebut menjumpai getaran yang sama, jadi BMKG selekasnya menganalisa dan mencari sumber getaran. Hingga bisa dipastikan titik manakah yang punya potensi longsor karena getaran tersebut.
Karunia mengatakan pihaknya akan selekasnya berikan teguran dini tsunami jika seismograf mencatat getaran sampai 3,4 sampai 3,5 magnitudo. Perihal itu merujuk pada tinggi getaran yang menyebabkan tsunami pada Sabtu 22 Desember malam lalu yang diperkirakan sama dengan kemampuan 3,4 magnitudo. Sesudah di rasa aman sampai sekitar satu jam, peringatan dini tersebut akan dicabut.
Walau peringatan dini dikeluarkan, Karunia tidak dapat pastikan tsunami akan berlangsung. Ditambah lagi banyak aspek yang jadi penyebab terjadinya tsunami. Tidak hanya getaran, cuaca jelek dapat juga mengakibatkan tebing kawah longsor dan menyebabkan gelombang tinggi yang menyapu daratan seperti akhir minggu tempo hari.
“Kami mengharap tidak memunculkan kepanikan baru. Lebih baik kita beri warning, syukur-syukur tidak berlangsung tsunami. Jika satu jam tidak ada pertanda tsunami kami berikan jika warning tsunami dinyatakan selesai,” katanya.
Sesaat itu, Deputi Bidang Pengaturan Infrastruktur Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Ridwan Djamaluddin menyatakan jika getaran yang sekitar 3,4 magnitudo bukan hanya satu aspek penyebab tsunami di Selat Sunda.
“Kita hipotesa terbaik yang ada saat ini adalah penyebab tsunami adanya longsoran lereng Gunung Anak Krakatau,” kata Ridwan.
“Jadi jika juga ia 3,4 magnitudo, jika material longsor telah tidak ada, ya tidak ada (tsunami),” katanya memberikan.
Berdasar pada analisis, kata Ridwan, peristiwa tsunami Sabtu minggu lalu berlangsung karena longsoran material erupsi Gunung Anak Krakatau. Momen tsunami itu ikut dipacu pergerakan lainnya, seperti tremor serta cuaca ekstrim.
“Jadi janganlah dipegang seakan-akan jika 3,4 (magnitudo) jadi akan ada tsunami, saya ingin luruskan itu saja,” katanya menandaskan.