Anies-Sandi Memberi Izin untuk Usaha Perumahan ini Aturannya
Jakarta, Liputan7up.com – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno kembali menerbitkan peraturan gubernur (pergub) yang memicu kontroversi.
Gubernur Anies Baswedan meneken Pergub Nomor 30 Tahun 2018 tentang Pemberian Izin Usaha Mikro dan Kecil (UMK). Pergub itu membolehkan warga Jakarta membuka usaha dari rumah masing-masing.
Warga boleh membuka usaha di rumah seluas maksimal 100 meter persegi. Kemudian, hanya 20 persen atau 30 meter persegi dari area tersebut yang boleh digunakan untuk usaha.
Lalu skala usaha yang diperbolehkan maksimal memiliki 19 karyawan. Modal usaha maksimal Rp500 juta dengan omzet maksimal Rp2,5 miliar.
Meski memberi kesempatan masyarakat mengembangkan UMK, pergub ini menabrak aturan di atasnya yaitu Perda Nomor 1 Tahun 2014 Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi (RDTR-PZ).
Dalam Pasal 9 Perda RDTR-PZ, dijelaskan kawasan-kawasan di Jakarta hanya boleh digunakan sesuai peruntukannya. Rencana tata kota ini untuk jangka waktu 2011 hingga 2030.
Misalnya kawasan Tebet, Kebayoran Lama, dan Cipulir di Jakarta Selatan yang memiliki peruntukan kawasan perdagangan skala kota. Lainnya, kawasan Medan Merdeka yang ditujukan untuk pusat pemerintahan.
Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono menilai pergub tersebut ilegal jika diterapkan karena bertentangan dengan perda yang ada sebelumnya.
“Ya ilegallah karena bertentangan dengan perda, ilegal itu,” ujar Gembong, Jumat (4/5).
Dia menyayangkan kenapa Anies-Sandi tidak terlebih dahulu merevisi perda bersama DPRD DKI Jakarta. Pasalnya pergub industri rumahan ini memiliki misi mulia, yaitu mendukung usaha rakyat kecil.
Gembong menyebut jika Anies-Sandi memang benar-benar memiliki keseriusan, seharusnya mereka mengajukan revisi perda terlebih dulu sebelum menandatangani pergub baru.
“Kalau memang Pak Anies dan Pak Sandi ingin membangkitkan usaha mikro, revisi dulu perda. Tidak lama, tergantung keseriusan Pemprov memasukkan revisi kepada DPRD,” tutur Gembong.
Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah senada dengan pendapat Gembong kalau Pergub Industri Perumahan ilegal karena tak sesuai perda yang berlaku.
Dia juga menyebut pergub itu kontraproduktif karena malah melunturkan semangat menata Jakarta yang tertuang di Perda RDTR-PZ.
“Semangatnya penataan kota, smart city. Makanya perda itu dilahirkan. Kalau ada pergub baru bertentangan dengan perda, jadi kontraproduktif,” ucapnya.
Dia menyebut seharusnya ada kajian mendalam oleh Anies-Sandi saat ada niatan mengeluarkan kebijakan publik.
Kajian berfokus menyelaraskan kebutuhan masyarakat dengan regulasi yang berlaku. Anggota DPRD juga perlu dilibatkan agar terjadi dialog membangun.
Trubus menilai Anies-Sandi tergesa-gesa mengeluarkan Pergub Industri Perumahan. Mereka juga terlihat menghindari diskusi panjang dengan DPRD saat memilih pergub ketimbang perda sebagai payung hukum.
“Eksekutif maunya cepat dikeluarin dulu payung hukum. Kalau dikeluarin dulu dan tidak ada dukungan dewan, sulit,” tuturnya.
Sementara pengamat politik Universitas Islam Negeri Jakarta Adi Prayitno menilai aksi tabrak-menabrak regulasi yang dilakukan Anies-Sandi adalah upaya membuat citra dekat dengan rakyat kecil.
Namun dia menilai tidak tepat jika Pemprov menabrak aturan-aturan yang ada. Hal ini mengesankan Anies-Sandi memanfaatkan kekuasaannya demi kepentingan politik belaka.
“Jangan sampai untuk mencitrakan berpihak kepada masyarakat kecil, mengeluarkan pergub yang bertentangan dengan perda,” Cetus Andi, Jumat (4/5).
Adi berpendapat sebenarnya banyak manuver kebijakan yang bisa dilakukan Anies-Sandi untuk sekadar pencitraan pro rakyat dengan tidak menabrak aturan.
Misalnya mengintensifkan pemberian modal seperti di program OK OCE. Atau memberikan tempat usaha seperti janji Anies-Sandi dulu yang akan menyediakan kawasan komersil di Ibu Kota.
“Setidaknya menghindari kegaduhan, kan enggak lucu Gubernur dilaporkan terus ke polisi karena bertentangan dengan aturan yang sudah ada,” ucap Adi.