News

Anggota-Anggota DPR di pusaran kasus korupsi e-KTP

Kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) diduga melibatkan banyak politikus di DPR. Pada pekan ini, Komisi Pemberantasan Korupsi kembali melanjutkan pemeriksaan dengan memanggil anggota parlemen.

Pada Senin (10/7/2017) ini, KPK memanggil pimpinan Komisi II DPR periode 2009-2014 Taufiq Effendi dan Teguh Juwarno. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, Teguh akan menjadi saksi bagi Andi Agustinus alias Andi Narogong, pengusaha pelaksana proyek e-KTP yang menjadi tersangka.

Dalam surat dakwaan Jaksa KPK, Teguh diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi e-KTP. Menurut KPK, politisi PAN itu salah satu pimpinan Komisi II DPR yang ikut dalam pertemuan pada Mei 2010.

Pertemuan digelar sebelum dilakukan rapat dengar pendapat antara Kementerian Dalam Negeri dan Komisi II DPR. Pertemuan itu dihadiri Irman, Sekretaris Jenderal Kemendagri saat itu, Diah Anggraini dan Mendagri saat itu Gamawan Fauzi.

Selain itu, beberapa anggota DPR seperti Chaeruman Harahap, Taufiq Effendi, Ganjar Pranowo, Ignatius Mulyono, Mustoko Weni, dan Arief Wibowo. Pertemuan ini dihadiri pula oleh Muhammad Nazaruddin dan pengusaha Andi Narogong.

Pada persidangan sebelumnya, Teguh Juwarno dan Taufiq Effendi mengaku tidak kenal siapa Andi, serta membantah menerima duit darinya. Mereka mengaku tahu tentang Andi ketika diperiksa KPK.

Meski telah menyebut banyak nama, kasus ini baru menjerat tersangka, yaitu Irman, Sugiharto dan Andi Narogong. Irman telah dituntut tujuh tahun penjara, sementara Sugiharto dituntut lima tahun penjara.

Irman adalah bekas Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri. Adapun Sugiharto adalah bekas Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Sugiharto.

KPK juga menetapkan mantan anggota DPR Miryam S Haryani karena telah memberikan keterangan palsu. Pada pada 2 Juni lalu, KPK menambah koleksi tersangka, yaitu politikus Partai Golkar Markus Nari sebagai karena memberi keterangan palsu dalam sidang Miryam.

Jumlah tersangka kasus e-KTP itu sangat mungkin bertambah seiring dengan proses penyidikan dan peradilan yang tengah berjalan. Ketua KPK Agus Rahardjo telah beberapa kali memberikan sinyal adanya tersangka baru, termasuk di kalangan anggota DPR.

Di tengah penidikan kasus e-KTP itu, sejumlah anggota DPR menggagas adanya Panitia Khusus Hak Angket KPK. Pansus ini mempertanyakan penanganan kasus e-KTP oleh KPK.

Kehadiran Pansus KPK itu disebut-sebut sebagai “serangan” politik DPR terhadap KPK. Pansus ini diyakini sebagai upaya anggota DPR untuk melemahkan KPK sehingga muncul gerakan melawan panitia ini di ranah maya.

Pansus KPK dinilai sebagai langkah politik DPR untuk mengintervensi proses hukum. Dengan gencarnya langkah politik dari DPR itu, KPK diminta terus mengungkap kasus e-KTP.

Komnas HAM meminta KPK segera menetapkan dan menahan tersangka korupsi e-KTP untuk membungkam intervensi legislatif yang sedang dimainkan melalui Pansus.

“Dengan langkah penetapan dan penahanan tersangka lebih cepat akan mendapat respons dan dukungan positif masyarakat terhadap lembaga antirasuah itu,” kata Komisioner Komnas HAM RI Natalius Pigai.

Tanpa bermaksud intervensi, Pigai mengatakan, Komnas HAM yakin rakyat akan mendukung KPK jika secepatnya menetapkan tersangka dan menahan para saksi kasus korupsi e-KTP. Kepercayaan publik pada KPK, kata Pigai, akan tinggi dan eksistensinya tidak akan tergoyahkan.

Sementara itu, hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menunda sidang e-KTP dengan agenda pembacaan nota pembelaan atau pleidoi dua terdakwa Irman dan Sugiharto. Sidang tertunda karena terdakwa mantan Irman tengah mengalami penurunan kondisi badan atau sakit.

Majelis Hakim Jhon Halasan Butarbutar akhirnya menunda sidang hingga Rabu (12/7/2017). Hakim meminta agar jaksa melampirkan keterangan mengenai izin pembantaran Irman dari tahanan.

To Top