Alasan KPK Geledah Ruang Kerja Menpora Imam Nahrawi

Jakarta, Liputan7up.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa ruangan kerja Menteri Pemuda dan Berolahraga (Menpora) Imam Nahrawi berkaitan masalah pendapat suap dan gratifikasi dana hibah dari Kemenpora ke KONI. Pemeriksaan dikerjakan karena Menpora disangka mempunyai peranan dalam jalur proses mengajukan dan penyaluran dana hibah.

“Ya karena proses mengajukan proposal itu kan ada jalurnya, dari mulai pihak pemohon sampai diserahkan ke Menpora. Menpora langsung bisa mempertimbangkan atau mewakilkan atau disposisi kan contohnya dan bagaimana proses setelah itu bila di setujui dan tidak di setujui itu kan butuh kami dapatkan dengan komplet,” tutur Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat di konfirmasi, Jumat (21/12/2018).

Dari ruangan kerja Menpora Imam Nahrawi, tim instansi antirasuah temukan dokumen dan proposal dana hibah dari Kemenpora ke KONI. Tidak hanya ruang Menpora, penyidik KPK ikut memeriksa beberapa ruang lainnya di Kemenpora.

“Kelak pasti kami tekuni dokumen itu, ada proposal-proposal hibah ikut yang kami amankan dan sita, nanti dipelajari dalam proses penyelidikan untuk keperluan pemanggilan saksi, kontrol saksi-saksi nanti di step selanjutnya,” kata Febri.

Pendapat keterkaitan Menpora dalam masalah korupsi tersebut bermula dari pengakuan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang. Saut menyebutkan Politisi PKB itu peluang memiliki peranan terpenting dalam pencairan dana hibah dari Kemenpora untuk KONI.

Walau begitu, Saut tidak berani menyimpulkan lebih jauh masalah keterkaitan Imam Nahrawi dalam masalah ini.

“Saya belumlah dapat menyimpulkan itu. Tetapi indikasinya memang fungsi yang berkaitan (Imam Nahrawi) berarti ya,” kata Saut di Gedung KPK Kuningan Jakarta Selatan, Rabu 19 Desember 2018.

Saut pilih bersabar dan menyerahkan seutuhnya pada tim penyidik KPK, untuk mencari info dan bukti keterkaitan pihak lainnya dalam masalah ini.

“Jika kita lihat jabatannya (Menpora) kan, itu dapat kita lihat seperti apakah lalu peranannya. Ada banyak yang tidak konfirmasi keduanya mengenai fungsinya, nanti kita lihat dahulu,” kata Saut.

Awal mulanya, KPK mengambil keputusan lima orang menjadi terduga masalah pendapat suap dan gratifikasi penyaluran pertolongan dari Pemerintah melalui Kementerian Pemuda dan Berolahraga (Kemenpora) Kemenpora pada Komite Berolahraga Nasional Indonesia (KONI).

Mereka adalah Deputi IV Kemenpora Mulyana (MUL), Petinggi Pembuat Prinsip (PPK) pada Kemenpora Adhi Purnomo (AP), Staf Kemenpora Eko Triyanto (ET), Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy (EFH), dan Bendahara Umum KONI Jhony E. Awuy (JEA).

Disangka Adhi Purnomo dan Eko Triyanto terima pemberian sekurangnya Rp 318 juta dari pengurus KONI. Tidak hanya itu, Mulyana ikut terima Rp 100 juta melalui ATM.

Tidak hanya terima uang Rp 100 juta melalui ATM, Mulyana ikut awal mulanya telah terima suap lainnya dari petinggi KONI. Yaitu 1 unit Toyota Fortuner, 1 unit Samsung Galaxy Catatan 9, dan uang Rp 300 juta dari Jhony.

Uang tersebut di terima Mulyana, Adhi, dam Eko supaya Kemenpora mengucurkan dana hibah pada KONI. Dana hibah dari Kemenpora untuk KONI yang dialokasikan sebesar Rp 17,9 miliar.

Di step awal, disangka KONI ajukan proposal pada Kemenpora untuk memperoleh dana hibah tersebut. Disangka mengajukan dan penyaluran dana hibah menjadi akal-akalan dan tidak sesuai dengan keadaan sebetulnya.

Sebelum proposal diserahkan, disangka sudah ada persetujuan pada pihak Kemenpora dan KONI untuk membagikan fee sebesar 19,13 % dari keseluruhan dana hibah Rp 17,9 miliar, yaitu beberapa Rp 3,4 miliar.

Exit mobile version