News

41 Anggota DPRD Kota Malang Jadi Tersangka Korupsi

41 Anggota DPRD Kota Malang Jadi Tersangka Korupsi

Jakarta, Liputan7up.com – Sekitar 41 dari keseluruhan 45 anggota DPRD Kota Malang periode 2014-2019 jadi terduga bahasan APBN-P Kota Malang Tahun Biaya 2015. Jumlahnya ini mengagetkan sekaligus juga memprihatinkan. Tingkah laku transaksional pada eksekutif dan yudikatif tercermin dari masalah ini .

Saran itu dikatakan oleh Lucius Karus, periset Komunitas Penduduk Pemantau Parlemen Indonesia (Formappi). Menurut dia, korupsi menjadi extra ordinary crime juga tidak menunjukkan kegarangan yang menakutkan pelaku . Karena sangat tidak lagi menyeramkan, korupsi juga dikerjakan dengan berbarengan.

” Korupsi seperti pesta pora yang memabukkan sampai beberapa pelaku nya tidak sadar lagi bila sedan g lakukan kejahatan mengagumkan,” katanya saat terlibat perbincangan dengan Liputan7up.com, Rabu (5/9).

Dia menuturkan, alur rekanan antar DPRD dan eksekutif di daerah yang lama sudah terjerat dalam politik transaksional juga jadi argumen korupsi di legislatif daerah tidak ada hentinya.

“Saat ketetapan terpenting berkaitan daerah mesti ditetapkan oleh dua instansi, legislatif dan eksekutif, karena itu kesempatan ambil keuntungan jadi terbuka. Semua unsur coba mencari celah dari semua proses yang dilalui dengan ancaman-ancaman yang dapat menghalangi pembuatan ketetapan,” tuturnya.

“Serta kebiasaan ini terpelihara dengan baik dari satu periode ke periode yang lain,” tambah Lucius.

Lebih jauh, Lucius menilainya, elite politik baik di pusat ataupun daerah yang memandang korupsi bukan lagi kejahatan yang menakutkan, tapi kejahatan yang nikmat sampai ketagihan. Kejahatan yang nikmat ini membuat semua yang miliki akses pada biaya tidak takut mengerjakannya.

Situ asi ini makin diterangkan oleh apakah yang belakan gan ini ditu njukkan oleh elite partai politik. Dalam proses penyalonan anggota legislatif, partai politik bahkan juga ngotot ingin supaya mantan terpidan a korupsi dicalonkan.

“Sikap partai politik ini bertentangan dengan kemauan publik untuk mengadan g beberapa mantan terpidan a itu menjadi bentuk hukuman sosial kita pada pelaku korupsi,” tukasnya.

Sikap partai politik yang permisif pada pelaku juga tindakan korupsinya membuat masyarakat susah untuk bangun optim isme akan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi. Bagaimana dapat bebas, cetus Lucius, bila sumber rekrutmen petinggi atau pemimpin adalah parpol yang sikapnya malah condong pro pada korupsi.

“Menjadi jika saat ini penegak hukum dapat mengambil keputusan 41 orang anggota DPRD menjadi terduga korupsi harusnya tidak begitu mengagetkan dari bagian kasusnya sendiri. Yang malah mengagetkan adalah keberanian penegak hukum untuk ambil resiko mengambil keputusan sejumlah besar anggota DPRD walaupun harus dapat mengganggu kestabilan pemerintahan daerah,” ujarnya.

To Top