Selama 2018 Bencana Di Aceh Meningkat
Jakarta, Liputan7up.com – Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Musibah Aceh (Kalak BPBA), HT Ahmad Dadek mengatakan, musibah yang menempa Aceh tahun 2018 makin mencemaskan. Jumlahnya musibah di Aceh bertambah mencolok dibanding tahun awal mulanya.
Selama 2018 ada 294 kali peristiwa musibah di Aceh dengan keseluruhan kerugian negara Rp 848,2 miliar. Perihal ini bertambah dengan berarti dari tahun 2017 lalu, cuma 185 peristiwa musibah, bertambah 64 %.
Berdasar pada data BPBA, musibah yang menguasai berlangsung di Aceh kebakaran pemukiman warga sekitar 143 kali. Pemicu kebakaran bermacam, dapat karena arus pendek ataupun kebakaran saat warga tinggalkan rumah kosong, tapi tidak memerhatikan keselamatan.
“Umumnya ini kebakaran saat bulan Ramadan, karena malam seringkali tinggalkan rumah kosong,” kata H.T Ahmad Dadek, Rabu (2/1) di Aula Kantor BPBA.
Musibah angin puting beliung berlangsung sekitar 93 kali, banjir genangan 90 kali dan kebakaran hutan dan tempat 44 kali peristiwa. Longsor 28 kali, banjir bandang 8 kali, gempa bumi 9 kali, abrasi, erosi dan sedimentasi sekitar 12 kali peristiwa.
Kabupaten Aceh Tenggara daerah yang seringkali diterjang banjir bandang dan banyak alami kerugian. Bahkan juga dalam bulan Desember 2018 ini, telah 4 kali peristiwa banjir bandang.
Banjir bandang dan genangan sudah berefek kerugian material yang berarti, sampai Rp 600,3 miliar yang terbagi dalam banjir genangan Rp 484,9 miliar dan banjir bandang 115,4 miliar.
Berdasar pada data tersebut, walau jumlahnya banjir bandang cuma 8 kali, akan tetapi kerugian Negara cukuplah tinggi. Ini tunjukkan banjir bandang tidak hanya dapat memakan korban jiwa, ikut membuat Negara rugi besar karena banyak infrastruktur yang rusak. Baik itu sarana umum, ataupun perumahan warga rusak diterjang banjir bandang.
Menurut Ahmad Dadek, banjir bandang yang berlangsung di Aceh karena berlangsung perambahan hutan, menyebabkan resapan air di pegunungan menyusut. Hingga sungai tidak dapat menyimpan air bah tersebut, menyebabkan meluap dan terjadi banjir bandang.
“Musibah banjir adalah sampai rekornya, termasuk juga peristiwa banjir bandang yang memunculkan sangat banyak kerugian baik pada masyarakat ataupun infrastruktur yang ada. Banjir sangat banyak dikarenakan meluapnya air sungai dan pembalakan liar yang mengakibatkan banjir bandang,” tuturnya.
Mengenai daerah yang sangat banyak berlangsung musibah selama 2018 adalah Kabupaten Aceh Besar sekitar 43 kali, tapi kerugian Negara cuma Rp 68.5 miliar lebih. Lantas Kabupaten Aceh Timur dengan jumlahnya musibah 28 kali dan jumlahnya kerugian Negara Rp 2.210.000.000.
Kabupaten Aceh Utara dengan frekwensi peristiwa cuma 11 kali, akan tetapi kerugian Negara cukuplah tinggi, yaitu sampai Rp 239.5 miliar lebih. Berlainan dengan Kabupaten Aceh Besar, walau jumlahnya musibah banyak, tapi kerugian Negara tidak terlalu besar.
Lalu disusul Aceh Tenggara Rp 81,9 miliar, Aceh Barat Rp 81,8 miliar, dan Bener Meriah sebesar Rp 63,5 miliar.
Kata Dadek, efek yang ditimbulkan karena musibah di Aceh Tahun 2018 sekitar 30.763 Kepala Keluarga (KK) atau sekitar 110.624 jiwa, pengungsi sekitar 10.754 KK atau 36.696 jiwa, wafat karena musibah sekitar 46 orang, dan luka-luka sekitar 33 orang.
“Kebakaran masih jadi musibah yang sangat banyak berlangsung, terpenting kebakaran pemukiman,” tuturnya.
Dadek tidak menolak alami kesusahan lakukan perlakuan banjir yang berlangsung di Aceh. Luasnya lokasi banjir yang mesti dikontrol, memerlukan biaya yang besar dan beberapa masalah yang lain.
Tidak hanya itu, ucapnya, sejumlah besar sungai besar di Aceh ada dibawah kewenangan pusat. Belum juga ini diperparah tata kelola lingkungan yang jelek, pembalakan liar dan pembakaran hutan dan tempat.
“Perlakuan periode pendek yaitu menyiapkan desa kuat dengan memasukan biaya desa untuk keperluan kesiap-siagaan dan perlakuan darurat,” tutupnya.