News

Forum Perempuan Minta Perkawinan Anak Di Stop

Forum Perempuan Minta Perkawinan Anak Di Stop

Jakarta, Liputan7up.com – Forum Wanita Muda Propinsi Bengkulu yang diinisiasi Women Crisis Center (WCC) ‘Cahaya Wanita Bengkulu” mengatakan pada masyarakat untuk hentikan praktek perkawinan anak karena tidak mematuhi hak-hak anak.

“Perkawinan anak merupakan permasalahan sosial, ekonomi, dan politik yang diperumit oleh praktek kebiasaan kebiasaan dan budaya,” kata Koordinator Komunitas Wanita Muda Propinsi Bengkulu, Lica Veronika di Bengkulu, Sabtu (22/9).

Komunitas Wanita Muda Bengkulu mengundang 150 ‘youth advocator’ yang datang dari tiga daerah, yaitu Kota Bengkulu, Kabupaten Seluma, dan Kabupaten Rejang Lebong. Mereka lakukan diskusi dan desiminasi mengulas topik hentikan perkawinan anak menjadi bentuk perayaan Hari Kesehatan Seksual Sedunia 2018.

Menurut Lica, stigma sosial tentang perkawinan sesudah melalui waktu pubertas yang masih dipandang tabu oleh beberapa masyarakat, malah tingkatkan angka perkawinan anak.

Aspek keperluan dan kebutuhan ekonomi dengan arah sampai keamanan sosial dan finansial sesudah menikah, tuturnya, mengakibatkan banyak orang-tua di Propinsi Bengkulu menyepakati bahkan juga menggerakkan perkawinan anak-anak mereka.

Lica mengharap, melalui diskusi dan desiminasi tersebut menggerakkan terwujudnya usaha mencegah dan penghilangan praktek perkawinan anak.

“Kami ingin merubah langkah pandang, baik itu pemerintah menjadi pihak pengambil ketetapan ataupun masyarakat, jika perkawinan umur anak begitu merugikan,” katanya.

Direktur Eksekutif WCC ‘Cahaya Wanita Bengkulu’, Tini Rahayu mengungkapan pernikahan anak jadi salah satunya pemicu utama terjadinya kekerasan pada wanita dan anak.

“Tahun 2017 lalu, masalah kekerasan pada wanita di Propinsi Bengkulu sampai 231 masalah dimana 72 % adalah anak dalam rentang umur 15-19 tahun,” tuturnya.

Masalah kekerasan itu, salah satunya perkosaan, pencabulan, pelecehan seksual, pemaksaan penggunaan alat kontrasepsi, sampai pemaksaan perkawinan.

Dia menjelaskan perkawinan anak berefek dengan sosial karena hak memperoleh pendidikan akan terputus, sehingga peluang meningkatkan diri dan bekerja minim. Keadaan itu mengakibatkan tumbuhnya angka kemiskinan di masyarakat.

“Sedangkan untuk efek kesehatan, perkawinan anak berperan mengakibatkan kematian ibu dan bayi karena alat reproduksi belumlah kuat. Jika juga bayi tersebut lahir, jadi beresiko menanggung derita ‘stunting’ (kekerdilan),” tuturnya.

Oleh karena itu, WCC Bengkulu selalu berusaha lakukan advokasi dan sosialisasi berkaitan dengan bahaya pernikahan anak melalui “youth advocator” dan sosial media.

“Kampanye mengentikan perkawinan umur anak mesti disebarluaskan dengan masif, agar peradaban ini bisa jadi lebih baik,” tuturnya.

To Top